Bima menyebut bahwa dirinya memiliki harapan yang besar terhadap peran dan ikhtiar FKUB dalam membongkar stigma Bogor sebagai kota intoleran. “Padahal DNA Kota Bogor adalah toleransi. Itu sudah turun temurun diwariskan oleh leluhur kita,” ungkap Bima.
FKUB, Bogor – Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bogor melakukan audiensi dengan Wali Kota Bogor Bima Arya di Ruang Paseban Punta, Balai Kota Bogor, Rabu (7/8/2019).
Agenda yang dibahas dalam pertemuan tersebut antara lain usulan mengenai dimasukkannya nomenklatur ‘Kerukunan, Toleransi dan Perdamaian’ ke dalam penyusunan Rencana Strategis dan Program Kerja SKPD di Kota Bogor
Ketua FKUB Kota Bogor KH Achmad Chotib Malik yang didampingi tokoh lintas agama mengatakan, usulan nomenklatur tersebut dirasa perlu dimasukkan ke dalam dokumen resmi Pemerintah Kota Bogor agar wacana kerukunan, toleransi dan perdamaian ini menjadi spirit dan mengilhami segenap aktivitas kegiatan Pemerintah Kota Bogor di masa yang akan datang.
“Adapun pertimbangannya antara lain karena kerukunan umat beragama di daerah merupakan bagian penting dari kerukunan nasional. Selain itu, berdasarkan data Potensi Desa/Kelurahan (Podes) Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat 2018, Kota Bogor adalah kota yang majemuk, kota yang dihuni beragam etnis dan agama, tidak ada satu kelurahan yang homogen,” ungkap Chotib.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, lanjut dia, nomenklatur ‘kerukunan, toleransi dan perdamaian’ tersebut harus masuk ke dalam rancangan program setiap Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang ada di lingkungan Pemkot Bogor.
“Selama ini kan hanya di Kesbangpol. Ke depan juga harus masuk setidaknya ke dalam program Dinas Pendidikan, Dinas Pemuda dan Olahraga, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, Satuan Polisi Pamong Praja, DPMPTSP dan Dinas Sosial Kota Bogor;” ujarnya.
Dijelaskan Ketua Tim Perumus Rencana strategis FKUB Kota Bogor, Hasbulloh, penyebaran nomenklatur tersebut di masing-masing SKPD ditujukan agar tanggung jawab mewujudkan kehidupan masyarakat yang rukun, toleran dan damai tidak hanya dibebankan kepada satu SKPD yang selama ini dilakukan oleh Kesbangpol melalui Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bogor.
“Melainkan menjadi tanggung jawab bersama Pemerintahan Kota Bogor. Karena itu, agenda peningkatan kerukunan, toleransi umat beragama dan perdamaian perlu menjadi perhatian seluruh perangkat daerah dalam penjabaran program pembangunan daerah Kota Bogor tahun 2019-2024,” jelas Hasbulloh.
RPJMD Kota Bogor 2019-2024 dan SKPD se Kota Bogor, kata Hasbulloh, juga perlu menjadikan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan FKUB dan Pendirian Rumah Ibadat menjadi dasar hukum dalam konsiderannya sebagai wujud komitmen Pemerintahan Kota Bogor dalam menjaga dan merawat toleransi dan perdamaian di wilayah Kota Bogor yang sesuai dengan Visi Kota Bogor dalam RPJPD 2005-2025 sebagai ‘Kota Jasa Yang Nyaman dengan Masyarakat Madani dan Pemerintahan Amanah’.
“Untuk mendukung peningkatan kinerja dan profesionalitas pelayanan publik bagi seluruh umat beragama, Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumberdaya Aparatur (BKPSDA) Kota Bogor juga perlu mensosialisasikan nilai-nilai toleransi umat beragama dan perdamaian kepada seluruh aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintahan Kota Bogor;” jelasnya.
Lebih lanjut Hasbulloh menyatakan, dalam memberikan kepastian hukum dalam menjalankan hak beragama seluruh umat beragama di Kota Bogor, Bagian Hukum dan HAM Pemerintahan Kota Bogor perlu meninjau peraturan yang bisa menghambat kerukunan dan toleransi umat beragama di Kota Bogor dan perlu membuat peraturan yang mendukung penguatan kerukunan dan toleransi umat beragama di Kota Bogor.
Usulan FKUB itu pun disambut baik Wali Kota Bogor Bima Arya. Dalam audiensi tersebut Bima menyebut bahwa dirinya memiliki harapan yang besar terhadap peran dan ikhtiar FKUB dalam membongkar stigma Bogor sebagai kota intoleran. “Padahal DNA Kota Bogor adalah toleransi. Itu sudah turun temurun diwariskan oleh leluhur kita,” ungkap Bima.
Untuk itu, kata Bima, nomenklatur tersebut perlu diperkuat dalam tiga hal, yakni legal, kebijakan dan penyelesaian kasus. Pada aspek legal, sangat diperlukan landasan yang sangat kuat. “Dan ini kita mulai dalam nomenklatur ‘Kerukunan, Toleransi dan Perdamaian’ yang akan dimasukan dalam RPJMD 2019-2024,” jelasnya.
Ia melanjutkan, pada aspek kebijakan diharapkan tidak ada lagi kegiatan-kegiatan seremoni tanpa adanya kebijakan yang substantif. “Misalnya, masuk ke kurikulum, masuk ke generasi muda, harus sistematis. Jadi, toleransi itu bukan hanya dimulut, bukan hanya retorika, tapi sampai tingkat ke keyakinan. Jadi menurut saya ini fase yang sangat menentukan, saya ingin betul satu frekuensi,” tandasnya. Aspek ketiga adalah penyelesaian terhadap kasus-kasus. “Sekarang urusan kita adalah rumah ibadah, ada GKI Yasmin, Masjid Imam Hanbal ini PR kita. Satu per satu akan diselesaikan. Jadi kalau ini selesai, maka ini akan menjadi lompatan karena menyelesaikan sesuatu yang dianggap tidak dapat diselesaikan,” pungkasnya.