FKUB, Bogor – Pandemi Covid-19 tidak hanya mengancam kesehatan publik, tetapi juga mengancam kerukunan di masyarakat. Sejumlah kasus penolakan pemakaman warga positif Corona terjadi di beberapa daerah. Sosialisasi tentang bahaya Corona juga menimbulkan respon kekerasan seperti yang terjadi di Sumatera Barat. Ancaman pandemi juga mulai mengarah pada sektor lain seperti ketahanan pangan dan sikap sosial masyarakat.
Meski virus tersebut mengancam kerukunan, Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina melihat ada peluang untuk memperkuat binadamai. PUSAD Paramadina menilai, di beberapa tempat, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) telah berperan aktif membantu pemerintahan daerah dalam sosialisasi kebijakan pencegahan Corona. Bahkan FKUB juga membantu ekonomi warga yang terkena dampak Corona.
Karenanya, untuk menumbuhkan inisiatif-inisiatif binadamai di tengah ancaman Corona dan berbagi informasi terkini dari FKUB di beberapa daerah, Pusat Studi Agama dan Demokrasi (PUSAD) Paramadina menggelar diskusi on-line via Zoom yang pertama bersama FKUB dan pihak-pihak terkait pada Selasa (7/04/2020) lalu.
Diskusi dengan moderator Siswo Mulyartono dari PUSAD Paramadina ini dimulai sekira pukul 10.00 WIB dan diikuti dua perwakilan FKUB dari Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang Selatan, Depok, Kota Bogor, Kota dan Kabupaten Tasikmalaya, Gunung Kidul dan Kota Banjarmasin, tiga peserta dari Litbang Kemenag, dan pegiat kerukunan di Kota Bukittinggi.
“Covid19 membuat kerja- kerja kerukunan terhenti, baik yang sudah maupun yang belum
dirancang. Lebih jauh, wabah Covid19 bukan hanya terkait isu kesehatan saja, melainkan juga isu sosial seperti penolakan pemakaman jenazah Covid19. Stigma kepada masyarakat yang pernah positif Corona juga semakin buruk. Situasi ini bermakna bahwa pekerjaan FKUB sangat berharga dan semakin penting dalam merespons implikasi sosial keagamaan di masyarakat,” ungkap Siswo mengawali diskusi tersebut.
Menanggapi situasi itu, Sekretaris FKUB Kota Bogor, H. Hasbulloh Ghazaly, SE, M.Ek menilai pentingnya sinergitas yang lebih kuat baik itu FKUB, pemerintah daerah, tokoh agama, dan unsur masyarakat hingga di tingkat RT/RW. “Kepedulian masyarakat masih lemah, bahkan masih ditarik ke ranah politik dan ke ranah kepentingan lainnya. Karena itu, tokoh agama harus memiliki frekuensi yang sama dalam menyikapi musibah yang tengah dihadapi,” paparnya.
Hasbulloh juga mengingatkan, kita saat ini bukan hanya berhadapan dengan orang yang berada di media sosial, tapi harus juga masuk ke jalur masyarakat di tingkat bawah.
Dalam diskusi tersebut, seluruh peserta dari FKUB menceritakan kondisi terkini dan apa saja yang telah dikerjakan di tengah Corona. Berikut ini beberapa poin hasil diskusi:
1. Beberapa pemerintah daerah telah melibatkan FKUB ketika membuat kebijakan pentingnya “jaga jarak fisik dan sosial” (social and physical distancing) dalam mencegah penyebaran Corona.
Ada beragam keterlibatan. Beberapa FKUB ikut menandatangani surat edaran Pemda terkait Corona dan mensosialisasikannya ke umat beragama dan rumah ibadat. FKUB, misalnya Kota Bogor dan DKI Jakarta, membuat surat edaran turunan untuk mendukung kebijakan Pemda. Beberapa lainnya hanya mensosialisikan surat edaran Pemda. Pelibatan majelis-majelis agama penting dalam pembuatan kebijakan karena bisa memberikan legitimasi bahwa kebijakan harus dipatuhi. Karena, tidak mudah meminta umat beragama untuk beribadah di rumah saja.
2. Kerja kerukunan FKUB di tengah Corona perlu memanfaatkan platform sosial media. FKUB Kota Tangerang Selatan membuat video bagaimana mencegah penyebaran
Corona. Video disebarkan melalui media sosial seperti WhatsApp dan Facebook.
Melalui media sosial, FKUB juga perlu memberikan pengertian kepada warga untuk tidak menolak pemakaman jenazah positif Corona sehingga penolakan tidak terjadi lagi. FKUB perlu meminta ketua RT dan RW sebagai pemimpin komunitas tingkat bawah berkoordinasi kepada FKUB dan penjabat setempat ketika terjadi penolakan.
3. Beberapa FKUB melakukan kegiatan kepedulian sosial-ekonomi di tengah Corona. Meski PBM 2006 tak mengamanatkan FKUB menjadi lembaga filantropi, namun di tengah dampak ekonomi akibat Corona, FKUB mendorong majelis-majelis agama mendata dan membantu ekonomi warga yang terdampak Corona. FKUB Kota Bogor, misalnya, menyediakan disinfektan dan hand sanitizer gratis untuk masjid yang masih mengadakan kegiatan keagamaan.
4. Gagap teknologi bisa membatasi kerja FKUB dalam merespon masalah Corona. Salah satu tantangan utama ketika pemerintah menerapkan kebijakan kerja di rumah adalah membiasakan diri dengan teknologi untuk mendukung produktivitas kerja di rumah. Sejauh ini, mayoritas FKUB hanya menggunakan grup WhatsApp untuk mendukung koordinasi antar anggota FKUB.
FKUB juga belum banyak memanfaatkan video dan media kampanye kreatif lainnya untuk mendukung kerja kerukunan FKUB di tengah Corona. Pengurus FKUB dan mitra FKUB yang akrab teknologi perlu mendorong FKUB secara kelembagaan mempelajari perkembangan teknologi dan menggunakannya.
5. Kementrian Agama telah membuat “WA Center Kemenag Sigap Covid-19”. Salah satu peserta dari Litbang Kemenag mengabarkan bahwa Kemenag telah membuat Covid Center sebagai ruang informasi dan keluhan yang lebih terkoordinasi. Setelah kami cek di website Kemenag, Covid Center tersebut berupa layanan WA Center yang menyediakan semua informasi terkait aksi sigap Kemenag dalam upaya penanganan dampak COVID-19. Upaya ini penting dan untuk mencegah disinformasi tentang penanganan Corona yang dilakukan Kemenag dan perlu kita apresiasi.
Seluruh peserta dari FKUB dalam kegiatan diskusi ini berharap ada kebijakan khusus dari Kemenag atau Kemendagri selaku dua kementrian yang membawahi FKUB. Kebijakan yang bisa mendorong semua Pemda bekerjasama dengan FKUB baik provinsi maupaun kota dan kabupaten dalam mencegah Corona. Kebijakan yang bisa menjadi petunjuk bersama pengurus FKUB provinsi maupun kota dan kabupaten. #Malik Baihaqi