FKUB, Bogor – Pemerintah Kota Bogor tengah berupaya serius memajukan kehidupan toleransi dan kerukunan antar umat beragama di wilayahnya. Hal tersebut tampak dari dijadikannya indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) menjadi Indikator Kinerja Utama (IKU) dalam Rencana Pembangunan JangkaMenengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor 2019-2024.
Mengawal itu, FKUB Kota Bogor memandang perlu untuk segera menyusun rencana program sebagai usulan yang akan disampaikan kepada Pemerintah Kota Bogor. Karenanya, mengangkat tema “Penyusunan Rekomendasi untuk Rencana Aksi Program Strategis Kerukunan Umat Beragama Kota Bogor”, FKUB akan menggelar Focus Group Disscusion (FGD) yang pada Kamis (27/02/2020) mendatang di Hotel Suisse Bell, Bogor.
“Masuknya indikator KUB tersebut tentu harus ditindaklanjuti melalui program-program yang terukur oleh pemerintah Kota Bogor. Untuk itu, adalah penting bagi masyarakat Kota Bogor untuk memberi masukan dan mengawal program-program dan kebijakan pemerintah agar harapan masyarakat mewujudkan Kota Bogor yang toleran dan damai, dapat sepenuhnya terwujud,” ungkap Sekretaris FKUB, Hasbulloh.
Hasbulloh mengungkapkan hingga kini persoalan intoleransi dan perlindungan kelompok minoritas sejatinya masih menjadi persoalan di sejumlah daerah di Indonesia, tidak terkecuali di Kota Bogor. “Indeks KUB kita sudah bagus, kita sudah berada di peringkat 10 kota paling toleran di Indonesia. Tetapi bukan artinya kita berhenti melakukan penguatan-penguatan dan upaya pemajuan beragama dan berkeyakinan di Kota Bogor,” ujarnya di Sekretariat FKUB, Gedung PPIB Kota Bogor pada Selasa (25/02/2020).
Terpisah, KH. A. Chotib Malik, Ketua FKUB Kota Bogor, membeberkan Kota Bogor secara geografis merupakan daerah yang sangat startegis karena merupakan kota satelit (penyangga) dari Ibukota Jakarta. Di Jakarta sendiri, dinamika konflik keagamaan seringkali memiliki hubungan yang saling mempengaruhi dengan wilayah sekitarnya. Hal ini dapat diketahui dari konflik keagamaan yang berskala nasional (di Jakarta) seringkali melibatkan aktor-aktor dari daerah sekitarnya. “Kondisi itu patut kita waspadai, perlu upaya keras yang konsisten menghadapi ancaman paham radikalisme . FKUB tentu harus memposisikan diri sebagai wadah moderasi bagi upaya-upaya tersebut,” beber Chotib.
Sebab itulah, yang menjadi pertanyaan kemudian adalah seberapa jauh peran pemerintah daerah dalam mencegah terjadinya praktik intoleransi maupun konflik keagamaan di daerahnya. “Pertanyaan tersebut penting untuk dijawab, tentunya melalui program-program yang terukur oleh pemerintah daerah mengingat Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu sempat menyinggung bahwa persoalan konflik keagamaan atau intoleransi seharusnya sudah diselesaikan di daerah dan tidak ditarik ke level nasional,” lanjutnya.
FGD akan diikuti sekiranya 40 peserta dari berbagai lapisan masyarakat, stake holder pemerintahan, para pemangku kebijakan dan kepentingan, komunitas dan organisasi yang mengusung kekuatan toleransi dan kerukunan beragama seperti DPRD Kota Bogor, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Bogor, Dinas Sosial Kota Bogor, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bogor, Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Bogor, Dinas Kesehatan Kota Bogor, Satpol PP Kota Bogor, hingga MUI Kota Bogor.
Berbagai organisasi seperti Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Bogor, Nahdlatul Ulama (NU) Kota Bogor, Muhammadiyah Kota Bogor, Basolia (Badan Sosial Lintas Agama), Persis Kota Bogor dan lain-lain, akan diundang untuk melakukan urun rembug perencanaan aksi program strategis ketukunan umat beragama.
Termasuk juga para penggiat toleransi seperti Sayogyo Institute , KMB (Keluarga Muslim Bogor), Pusat Studi Pesantren, Yayasan Satu Keadilan (YSK) hingga Lekat (Lembaga Kajian Masyarakat) akan dihadirkan dalam FGD mendatang. #Malik Baihaqi