Peraturan Bersama Menteri (PBM) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006, dinilai tidak cukup kuat menyelesaikan kasus radikalisme dan intoleransi di tiap daerah.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Bogor, Drs HA Chatib Malik mengingatkan agar jangan terlalu sensitif untuk bersikap intoleran. “Jangan sedikit-dikit intoleran. Toleransi antar umat beragama di sini perlu diatur. Dipersepsikan bagaimana hidup beragama. Jangan sampai mempersulit atau memperketat kehidupan antar umat beragama, tapi harus makin memperlancar,” ungkapnya dalam Sosialisasi PBM 2 Menteri dan Dialog Tokoh Agama Kota Bogor, di Aula PPIB, Jl. Pajajaran, Bogor, Kamis (26/12/2019) lalu.
Di hadapan utusan pemeluk enam agama (Islam, Protestan, Katholik, Hindu, Buddha, Konghucu), Ormas NU, Muhammadiyah, Persis, PUI, Mathla’ul Anwar, OKP IPNU, PMII, Formula, Al-Washliyah dan PP Muhammadiyah, Chatib menggarisbawahi pentingnya memelihara kerukunan umat beragama.
“Sejak awal, tanpa kerukunan umat beragama, negara ini tak mungkin berdiri. Karena itu, sampai kapanpun kerukunan umat beragama itu harus dipertahankan, jangan sampai dipecah-belah hingga hancur seperti di Timur Tengah. Syiah-Sunni berebut kebenaran. Ujungnya kehancuran,” tandasnya.
Kota Bogor kini dihuni 994.616 umat Islam (93,4%), 38.761 umat Protestan (3,6%), 21.585 umat Katholik (2%), 1063 umat Hindu (0,09%), 8.820 umat Buddha (0,7%) dan 349 umat Konghucu (0,03%), yang menjadi indikator keberagaman demografi agama. “Jangan hanya karena nila setitik, ulah segelintir oknum, lantas merusak tempat ibadah. Ini bisa mencoreng kerukunan umat beragama yang mulai meningkat dan kini indeksnya mencapai 73,83,” tegas Chatib.
Baca juga: https://bogor-rukun.com/2019/12/02/fkub-sampaikan-peringkat-bogor-kota-toleran/
Sosialisasi ini juga menghadirkan para pembicara lain seperti Sekretaris FKUB Kota Bogor, H Hasbulloh, SE, MA, Ek juga Kompol Rosidi dari Polresta Bogor dan Kepala Kesbangpol Kota Bogor, Drs. Dadang Sugiarta, M.Si.
Senada dengan Chotib, Kompol Rosidi juga mengingatkan agar waspada terhadap radikalisme yang menimbulkan sikap intoleransi. “Jangan karena pengetahuan agama yang dangkal, dan tak diamalkan dengan baik, lantas kafirkan umat beragama lainnya. Akhirnya timbul radikalisme. Jihad, hijrah, takfiri, dan syahid dibelokkan dari ajaran Islam yang sesungguhnya. Timbul intoleransi, padahal Islam yang diajarkan Nabi Muhammad SAW itu toleran,” ungkap Rosidi.
Rosidi juga mengajak semua elemen umat beragama dan ormas yang ada untuk membina oknum atau kelompok yang radikal agar menyetujui rencana pembangunan GKI Yasmin dan Masjid Imam Ahmad bin Hanbal.
Sementara itu, Hasbulloh menegaskan keberadaan FKUB sebagai wadah yang dibentuk oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota bersama Kemenag dengan tugas pokok FKUB adalah memelihara dan memberdayakan kerukunan umat beragama serta memberikan rekomendasi teknis pendirian rumah ibadah. FKUB juga memiliki fungsi untuk menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan Walikota. “Selama ini rujukan peran FKUB baru satu, yaitu Peraturan Bersama Menteri (PBM) Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 dan No 8 Tahun 2006,” jelasnya.
Peraturan Bersama Menteri (PBM) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006, dinilai tidak cukup kuat menyelesaikan kasus radikalisme dan intoleransi di tiap daerah.
Ia berharap, segera muncul dasar hukum dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) yang menegaskan keberadaan FKUB pusat langsung berada di bawah Presiden dan Wakil Presiden. “Semoga pula segera terbit Perpres yang menjadikan FKUB di pusat langsung di bawah Presiden. Di tingkat provinsi, di bawah Gubernur, dan di tingkat dua di bawah Walikota/Bupati. Mengingat pentingnya toleransi, kerukunan antar umat beragama di Indonesia,” papar Hasbulloh. Ini agar upaya-upaya kerukunan beragama dapat dijalankan oleh FKUB dengan kekuatan dasar hukum dan rujukan yang lebih kuat, mengingat wacana kerukunan agama dan penyelesaian masalah antar umat beragama, sudah menjadi kepentingan krusial bangsa Indonesia. #Malik Baihaqi